ANGSANA

 ANGSANA

Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah sejenis pohon penghasil kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan). Kayunya keras, kemerah-merahan, dan cukup berat, yang dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau rosewood.NDi pelbagai daerah, angsana dikenal dengan nama-nama yang mirip: asan (Aceh); sena, sona, hasona (Batak); asana, sana, langsano, lansano (Min.); angsana, babaksana (Btw.); sana kembang (Jw., Md.). Namun juga, nara (Bima, Seram), nar, na, ai na (Tim.), nala (Seram, Haruku), lana (Buru), lala, lalan (Amb.), ligua (Ternate, Tidore, Halm.), linggua (Maluku) dan lain-lain. Sebutan di negara-negara yang lain, di antaranya: apalit (Filipina), pradu (Thailand), chan dĂȘng (Laos), padauk, sena, ansanah (Burma), Malay padauk, red sandalwood, amboyna (bahasa Inggris), serta santal rouge, amboine (bahasa Prancis)

Tak seperti anggota marga Pterocarpus yang lain, yang menyukai wilayah ugahari, angsana menyukai lingkungan hutan hujan tropika. Secara alami, pohon ini ditemukan mulai dari Burma bagian selatan, melewati Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara hingga ke Pasifik barat, termasuk di Cina selatan, Kep. Ryukyu, dan Kep. Solomon.[6] Di Jawa, pada masa lalu banyak ditemukan tumbuh tersebar di hutan-hutan hingga ketinggian 500m dpl., terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Kalimantan didapati tumbuh liar di rawa-rawa pantai, di sepanjang aliran sungai pasang surut. Buahnya yang tua dan mengering, disebarkan oleh angin, aliran air dan arus laut. Angsana biasa ditanam orang untuk berbagai keperluan. Pohon ini mudah diperbanyak dengan biji maupun dengan stek cabang dan rantingnya. Diperbanyak melalui stek karena cepat tumbuhnya. Karena sifat ini, maka angsana banyak ditanam

Karena kuat dan awet serta tahan cuaca, kayu angsana (disebut sono kembang atau narra) digunakan dalam konstruksi ringan maupun berat seperti rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta api, kayu-kayu penyangga, konstruksi perairan bahari, dan lain-lain dalam bentuk balok, kasau, papan, dan panil kayu yang lain.[2]

Warna dan motif serat kayunya yang indah kemerah-merahan menjadikan sono kembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel, kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang peralatan, serta untuk dikupas sebagai venir dekoratif untuk melapisi kayu lapis dan meja berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah kering menjadikan kayu ini cocok untuk pembuatan alat-alat yang membutuhkan ketelitian.[2] Sono kembang termasuk jenis kayu populer sebagai bahan sarung keris (warangka), terutama karena adanya pola totol-totol atau garis dan urat-urat kayunya dekoratif.[8]

Batang yang terserang penyakit sehingga berkenjal (monggol) menghasilkan kayu yang kuat dan bermotif bagus yang terkenal sebagai “amboyna”.[2] Istilah ini berasal dari nama tempat Ambon yang pada masa silam banyak memproduksi kayu termaksud dan diperdagangkan sebagai linggua, kayu buku atau kayu akar (Bld.: wortelhout). Namun sebenarnya kayu berpenyakit ini yang serupa dengan kayu gembol pada pohon jati, terutama dihasilkan oleh wilayah timur Pulau Seram.[3]

Getah yang keluar dari pepagan akan mengental dan berwarna merah gelap/merah darah[9] yang disebut kino atau sangre de drago (darah naga) dan memiliki daya obat (astringensia). Kino terdiri atas asam kinotanat dan zat warna merah.[9] Simplisia yang digunakan untuk obat seperti kayu, resin merah (kino), dan daun muda. Angsana bersifat diuretik. Menurut penelitian pada tahun 90-an -dari USU yang dikuti IPTEKnet- bahwasanya pengaruh infus daun angsana terhadap penurunan kadar gula darah kelinci dibandingkan dengan tolbutamid. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata infus daun Angsana 5 ml, 10% dan 20°Io secara oral menurunkan kadar gula darah kelinci. Pengaruh infus 10% tidak ada beda dengan 50 mg/kg bb tolbutamid, sedangkan penurunan oleh infus 20% lebih besar daripada pengaruh oleh tolbutalmid.

Secara tradisional, pepagan pohon ini biasa direbus dan airnya digunakan untuk menghentikan murus (diare), sebagai obat kumur untuk menyembuhkan sariawan, dan juga untuk mengobati migren.[10] Air rendaman daun-daunnya digunakan untuk keramas agar rambut tumbuh lebih baik. Sementara daun mudanya yang dilayukan digunakan untuk mempercepat masaknya bisul.[3] Kino dan ekstrak daun angsana juga dilaporkan memiliki khasiat untuk mengendalikan tumor dan kanker.[11] Ekstrak getah batang angsana dapat pula dijadikan penyembuhan untuk keracunan. Efek tumbuhan ini mirip dengan tumbuhan gambir, tetapi jarang diketahui. Oleh Etnis Gayo, air remasan daun angsana yang dicampur dengan gula aren dapat menyembuhkan demam (diminum 2-3 kali sehari).[12]

Angsana juga sering ditanam sebagai pagar hidup dan pohon pelindung di sepanjang tepi kebun wanatani. Perakarannya yang baik dan dapat mengikat nitrogen mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah. Karena tajuknya yang rindang, angsana kemudian juga populer sebagai tanaman peneduh dan penghias tepi jalan di perkotaan khususnya di Asia Tenggara.[2] Akan tetapi pohon-pohon angsana yang ditanam di tepi jalan, kebanyakan berasal dari stek batang yang berakar dangkal, sehingga mudah tumbang. Lagipula, pohon-pohon peneduh yang sering mengalami pemangkasan akan menumbuhkan cabang-cabang baru (trubusan) yang rapuh dan mudah patah; dengan demikian perlu berhati-hati bila menanamnya di daerah yang banyak berangin.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Fabales

Famili: Fabaceae

Subfamili:Faboideae

Tribus: Dalbergieae

Genus: Pterocarpus

Spesies:P. indicus

Komentar

Etika mengatakan…
Sangat bagus Bu Tarti.
Etika mengatakan…
Tumbuhan itu ada di sekitar lapangan

SAWO MANILA